Featured Post

Keluarga Bahagia dan Ikhlas Bahagia

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم Betapa banyak orang yang kesepian di tengah hiruk pikuk keramaian bukan karena tak punya keluarga, sahabat atau handai taulan. Namun kurang baiknya hubungan dengan mereka, ada jarak, sekat hati yang memisahkan karena atas nama harga diri, ego, rasa malu ataupun individualisme yang dominan di kota-kota besar. Ada orang - orang shaleh yang namanya diabadikan dalam kitab suci. Allah memuliakan keluarga Imron dan keluarga Ibrahim, demikian pula 'ayah' Luqman bersama anak-anaknya dalam nasehat kebaikan yang terbaik.

Peduli Berbagi Bersama Dhuafa

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم

Dhuafa

Kata Dhuafa itu dari bahasa Arab dalam bentuk jamak dari kata dhaif (lemah). Makna dhuafa adalah orang - orang yang lemah kemampuan fisik, lemah pengetahuan, lemah keyakinan, kemauan, dan juga lemah ekonomi dan politik.

Agama ini membangun keberpihakan kepada kaum dhuafa dengan selalu perhatian bersama untuk menciptakan kehidupan kemanusiaan yang damai dan aman. Mereka yang tidak menumbuhkan sikap keberpihakan kepada kaum dhuafa tidaklah mempunyai nilai di sisi Allah Ta'ala.

Kaum dhuafa bisa hadir akibat penindasan atau kesewenang – wenangan pemerintahan atau kebijakan sistem yang dzalim.

اِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِى الْاَرْضِ وَجَعَلَ اَهْلَهَا شِيَعًا يَّسْتَضْعِفُ طَاۤىِٕفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَيَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْ ۗاِنَّهٗ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ
Sesungguhnya Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qasas: 4)

Miskin struktural bisa memunculkan anak – anak yatim kering kasih sayang dan orang - orang miskin yang kelaparan karena tak ada yang peduli memenuhi kebutuhan makannya.

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ ( الماعون/107: 1-3)
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?, Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. (Al-Ma'un/107:1-3)

Kaya dan miskin merupakan cobaan Allah pada setiap hamba. Sebagian kita diuji oleh Allah dengan limpahan harta, sebagian lagi kekurangan harta. Harta yang melimpah, jabatan tinggi, dan status sosial belum tentu menjamin kemuliaan seseorang di hadapan Allah. Bisa jadi si miskin yang sering dihina dan diremehkan justru lebih mulia.

Ridha dan kasih sayang Allah akan kita peroleh dengan berbuat baik kepada kaum lemah, dhuafa. Mereka yang lemah sepatutnya dibantu sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Perlu disadari bersama, bahwa orang-orang lemah itu menjadi penyebab pertolongan Allah atas kita bersama.

أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ، فَإِنَّمَا تُرْزَقُوْنَ وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ
Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang - orang lemah, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang - orang lemah di antara kalian (HR. Abu Dawud).

Imam Ghazali dalam kitab 'Mukasyafatul Qulub' mengisahkan dialog Nabi Musa AS dengan Allah SWT tentang amalan apa yang paling disukai di sisi Allah SWT. Nabi Musa AS pernah bertanya kepada Allah SWT, “Wahai Allah, aku sudah melaksanakan ibadah yang engkau perintahkan. Manakah di antara ibadahku yang KAU senangi, apakah shalatku?” Allah SWT kemudian menjawab, “Shalatmu itu hanya untukmu sendiri. Karena shalat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar”. 

Kemudian Nabi Musa AS bertanya lagi kepada Allah SWT, “Apakah dzikirku?” Lalu Allah SWT menjawab, “Dzikirmu itu untuk dirimu sendiri. Karena dzikir membuat hatimu menjadi tenang”. Nabi Musa AS masih penasaran, dan mengatakan, “Apakah puasaku?” Kemudian Allah SWT menjawab, “Puasamu itu hanya untukmu saja. Karena puasa melatih diri dan mengekang hawa nafsumu?”.

Lalu ibadah apa yang membuat Engkau senang ya Allah? Tanya Nabi Musa AS. Kemudian Allah SWT menjawab, “Sedekah. Amalan yang membahagiakan orang yang sedang kesusahan dengan sedekah, sesungguhnya AKU berada di sampingnya."

Peduli Berbagi

Memberi makan itu tak harus menunggu kaya dan berlebihan makanan. Saat ini mereka yang dhuafa miskin ada dimana – mana. Mereka pasti mendambakan kepedulian, kasih sayang, dan uluran tangan kita.

Kita orang beriman harus hadir membantu saudara kita yang kesulitan. Bukan semata atas dasar kemanusiaan, melainkan itulah tuntutan keimanan. Memberi makan saudara kita yang kelaparan termasuk amalan yang dapat menghapus dosa - dosa, mengundang turunnya rahmat, dan menyebabkan diterimanya tobat.

Pendusta agama adalah tidak mau peduli dengan persoalan 'makan' orang miskin.

وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ
Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin (QS Al Ma'un: 3)

Agama mengajarkan kita memperbanyak sedekah, berbuat baik terhadap sesama. Kita semua dituntut peduli, bisa menolong orang - orang yang kesusahan dan menyayangi fakir miskin.

Percayalah membantu orang yang ditimpa kesusahan, miskin dan anak yatim dengan keikhlasan bisa menjadi sarana menenangkan batin. Tak ada yang rugi atas harta dan kekayaan kita dengan peduli kepada sesama.

Al Quran menyebutkan bahwa orang yang memberi makan akan bisa menempuh jalan mendaki dan sukar (aqabah). Allah SWT bertanya, “Dan tahukah kamu apakah kiranya jalan yang mendaki dan sukar itu?” (QS al-Balad: 12). Pertanyaan ini dijawab sendiri oleh-NYA, “…Memberi makan pada hari kelaparan.” (QS. al-Balad; 14).

Kemiskinan itu seperti lingkaran setan, lingkaran yang sulit diputus, orang miskin tidak mampu membeli apa yang dihasilkan. Negeri kita tidak sedang baik – baik saja, angka kemiskinan cenderung meningkat maka kelaparan di warga masyarakat semakin meninggi.

Agama ini mengajarkan syariah ibadah yang bersifat sosial berbentuk zakat, infaq dan sedekah. Ibadah yang menuntut mereka yang memiliki harta berkecukupan memberikan sebagian hartanya untuk saudara yang miskin dan membutuhkan.

“Sesungguhnya orang terbaik di antara kalian adalah orang yang memberi makan.” (HR. Thabrani). Bahkan Nabi SAW pun pun pernah ditanya tentang perbuatan apa yang terbaik di dalam agama ini, beliau jawab, “Kamu memberi makan kepada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Benar di surga terdapat kamar – kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya. Ada yang bertanya untuk siapakah kamar – kamar itu diperuntukkan, wahai Rasululullah? Nabi menjawab;

لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ
Untuk orang yang berkata baik dan benar, orang yang memberi makan, dan orang yang senantiasa berpuasa dan sholat pada malam hari di waktu manusia pada tidur (HR Tirmidzi).

Teringat kisah menarik yang menggambarkan indahnya suatu kebersamaan Nabi SAW pernah meminta para sahabat memotong kambing dalam perjalanan. Mereka antusias merespons perintah Nabi. Sebagian mereka berkata, “Aku yang menyembelihnya.” Ada yang lain berkata, “Aku yang mengulitinya.” Sebagian berkata, "Aku yang memasaknya.” Nabi SAW juga ikut andil. “Aku yang mencari kayu bakarnya.”

Mereka tak ingin Rasul yang amat dicintai ikut bekerja dalam urusan masak-memasak ini. Namun, Nabi menolak, dan tak mau hanya menonton dan duduk manis. “Aku tahu kalian bisa mengerjakan semua ini. Tapi, aku tak ingin menjadi ‘istimewa’ (berbeda) dari kalian. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang menempatkan dirinya ‘berbeda’ daripada saudara - saudaranya yang lain.” (Sumber; Ithaf Al-Sadat Al-Muttaqin: 7/102).

Benar, kita semua sama, manusia sebagai makhluk Allah SWT yang ingin mengumpulkan bekal menuju akherat. “Sebaik - baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain" (HR atTabrani).

Sepatutnya kita bersyukur saat Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk memberikan bantuan kepada orang lain. Bukan justru meminta kepada orang lain untuk bersyukur dan berterima kasih kepada kita. Energi ketulusan penerima bantuan itu akan menebar kepada orang - orang yang membantu.

Sikap peduli berbagi adalah suatu sikap untuk senantiasa ikut merasakan penderitaan orang lain, ikut merasakan saat penderitaan sebagian masyarakat lain sedang sakit, ikut merasa bersedih ketika sebagian saudara – saudara kita di timpa musibah bencana, kesulitan atau ditimpa hal – hal yang memberatkan dan membangkitkan rasa kasihan, iba dan mewujudkan aksi berbagi.

Mereka yang peduli berbagi adalah orang - orang yang tidak bisa tinggal diam, melihat penderitaan, berpangku tangan dan membiarkan keadaan yang buruk terus terjadi di masyarakat. Terus berbagilah, tak ada yang rugi dan 'hilang' saat kita berbagi kepada sesama.

Hitungan matematis bisa saja hadir teori memberi pada orang lain kita merasakan apa yang kita miliki akan berkurang. Pemberian yang dilandasi ketulusan, keikhlasan, dan juga keimanan akan berujung kebersyukuran.

Benar, membantu dalam kebaikan seberapapun besar dan kecil nilainya akan terasa ringan apabila dilakukan dengan tulus dan ikhlas. Sejatinya apa – apa yang kita miliki di dunia, baik itu yang berbentuk wujud jasmani hingga materi, semata-mata adalah titipan Allah SWT. Percayalah titipan – titipan itu semua akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat

Semoga Allah menggerakkan hati kita bersama menyayangi dan menolong mereka yang hidup dalam kesulitan dan keterbatasan dan semoga kita bisa dekat dengan dhuafa, memberikan kesenangan dan makan bersama mereka. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya karena menjadi 'dekat' dengan-NYA. 

Wallahu a'lamu bishawab.

(Ust. M. Iqbal – Uniba)

سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْكَ

Tren Blog

Hadits Tentang Khitan

Fadlilah Dzikir Laa Ilaaha Illallaah

Shalat Sunnah Intidhar

Hadits Tentang Shalat Idul Fithri Dan Idul Adlha

Hadits Tentang Walimah

Blog Populer

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Hadits Tentang Shalat (Kewajiban Shalat)

Hadits Tentang Khitan