Featured Post

Keluarga Bahagia dan Ikhlas Bahagia

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم Betapa banyak orang yang kesepian di tengah hiruk pikuk keramaian bukan karena tak punya keluarga, sahabat atau handai taulan. Namun kurang baiknya hubungan dengan mereka, ada jarak, sekat hati yang memisahkan karena atas nama harga diri, ego, rasa malu ataupun individualisme yang dominan di kota-kota besar. Ada orang - orang shaleh yang namanya diabadikan dalam kitab suci. Allah memuliakan keluarga Imron dan keluarga Ibrahim, demikian pula 'ayah' Luqman bersama anak-anaknya dalam nasehat kebaikan yang terbaik.

Tentang Musbil Dan Isbal

بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم

Musbil adalah Orang yang isbal yaitu orang yang menjulurkan pakaian atau kain izaarnya sampai di bawah mata kaki atau melebihi batas mata kaki. Isbal artinya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki.

Dalam hadits diriwayatkan :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ رَسُوْلَ للهِ ص قَالَ: لَا يَنْظُرُ اللهُ اِلىَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ. البخارى 7: 33
Dari Ibnu ‘Umar RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaiannya karena sombong”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 33]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لَا يَنْظُرُ اللهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ اِلَى مَنْ جَرَّ اِزَارَهُ بَطَرًا. البخارى 7: 34

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Pada hari qiyamat Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret izaarnya karena sombong”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 34]

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مَخِيْلَةً لَمْ يَنْظُرِ اللهُ اِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. البخارى 7: 35
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menyeret pakaiannya karena kesombongan, Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari qiyamat”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 35]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ اْلخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ اِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. مسلم 3: 1652
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyeret pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari qiyamat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1652]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّهُ رَاَى رَجُلًا يَجُرُّ اِزَارَهُ، فَقَالَ: مِمَّنْ اَنْتَ؟ فَانْتَسَبَ لَهُ. فَاِذًا رَجُلٌ مِنْ بَنِى لَيْثٍ. فَعَرَفَهُ ابْنُ عُمَرَ. قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص بِاُذُنَيَّ هَاتَيْنِ يَقُوْلُ: مَنْ جَرَّ اِزَارَهُ لَا يُرِيْدُ بِذ?لِكَ اِلَّا الْمَخِيْلَةَ فَاِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ اِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. مسلم 3: 1652
Dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya ia melihat seorang laki-laki yang menyeret izaarnya, lalu ia bertanya, “Dari suku manakah engkau?”. Maka orang tersebut menyebutkan nasabnya. Ternyata dia seseorang dari bani Laits. Maka Ibnu ‘Umar pun mengenalnya. Ibnu ‘Umar berkata, “Aku mendengar dengan dua telingaku ini bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menyeret izaarnya, ia tidak menghendaki dengan demikian itu melainkan kesombongan, maka sesungguhnya pada hari qiyamat Allah tidak akan melihatnya”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1652]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: مَا اَسْفَلَ مِنَ اْلكَعْبَيْنِ مِنَ اْلاِزَارِ فَفِى النَّارِ. البخارى 7: 34
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Kain izaar yang berada di bawah mata kaki, adalah bagian dari api neraka”. [HR. Bukhari]

عَنْ اَبِى ذَرّ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ لَا يَنْظُرُ اِلَيْهِمْ وَ لَا يُزَكّيْهِمْ وَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ، قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص ثَلَاثَ مِرَارٍ. قَالَ اَبُوْ ذَرّ: خَابُوْا وَ خَسِرُوْا، مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَلْمُسْبِلُ وَ الْمَنَّانُ وَ الْمُنَفّقُ سِلْعَتَهُ بِاْلحَلِفِ اْلكَاذِبِ. مسلم 1: 102
Dari Abu Dzarr, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Ada tiga golongan yang kelak pada hari qiyamat Allah tidak akan mengajak bicara mereka, Allah tidak akan melihat mereka, tidak akan membersihkan (mengampuni dosa) mereka dan bagi mereka akan mendapat siksa yang pedih”. Rasulullah SAW bersabda demikian tiga kali. Kemudian Abu Dzarr berkata, “Sungguh menyesal dan rugi mereka itu. Siapakah mereka itu ya Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Yaitu orang yang menurunkan kain izaarnya, orang yang suka mengundat-undat pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan menggunakan sumpah palsu”. [HR. Muslim juz 1, hal. 102]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلّى مُسْبِلًا اِزَارَهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذْهَبْ فَتَوَضَّأْ. فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ جَاءَ. ثُمَّ قَالَ: اِذْهَبْ فَتَوَضَّأْ. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا لَكَ اَمَرْتَهُ اَنْ يَتَوَضَّأَ ثُمَّ سَكَتَ عَنْهُ؟ قَالَ: اِنَّهُ كَانَ يُصَلّى وَ هُوَ مُسْبِلٌ اِزَارَهُ، وَ اِنَّ اللهَ لَا يَقْبَلُ صَلَاةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ. ابو داود 4: 57، رقم: 4086
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Pada suatu waktu ada seseorang shalat dengan kain izaarnya sampai di bawah mata kaki, maka Rasulullah SAW bersabda, “Pergilah dan berwudlulah!”. Ia pun pergi dan berwudlu, kemudian ia datang. Kemudian beliau SAW bersabda kepadanya, “Pergilah dan berwudlulah!”. Maka ada seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau menyuruh orang itu melakukan wudlu, kemudian engkau diamkan?”. Beliau bersabda, “Karena ia shalat dengan memakai kain izaarnya sampai di bawah mata kaki. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang memakai kain izaarnya sampai di bawah mata kaki”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 57 no. 4086]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: مَرَرْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ص وَ فِى اِزَارِى اِسْتِرْخَاءٌ، فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ، اِرْفَعْ اِزَارَكَ. فَرَفَعْتُهُ، ثُمَّ قَالَ: زِدْ. فَزِدْتُ. فَمَا زِلْتُ اَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ اْلقَوْمِ: اِلَى اَيْنَ؟ فَقَالَ: اَنْصَافِ السَّاقَيْنِ. مسلم 3: 1653
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Aku pernah lewat di hadapan Rasulullah SAW, ketika itu kain izaar saya turun. Lalu beliau SAW bersabda, “Hai ‘Abdullah, naikkanlah kain izaarmu”. Lalu aku menaikkannya. Kemudian beliau bersabda lagi, “Naikkan lagi!”. Lalu aku menaikkannya lagi. Kemudian aku selalu menjaga yang demikian sesudah itu. Sebagian kaum ada yang bertanya (kepada Ibnu ‘Umar), “Sampai dimana (menaikkannya)?”. Ibnu ‘Umar menjawab, “Pertengahan betis”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1653]

عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِزْرَةُ الْمُسْلِمِ اِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَ لَا حَرَجَ اَوْ لَا جُنَاحَ فِيْمَا بَيْنَهُ وَ بَيْنَ اْلكَعْبَيْنِ. مَا كَانَ اَسْفَلَ مِنَ اْلكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ. مَنْ جَرَّ اِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ اِلَيْهِ. ابو داود 4: 59، رقم: 4093
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Kain izaar seorang muslim adalah sampai pertengahan betis. Dan tidak mengapa atau tidaklah berdosa jika sampai pada diantara betis dan kedua mata kaki. Sedangkan yang sampai di bawah mata kaki itu adalah bagian neraka. Dan barangsiapa yang menyeret kain izaarnya karena sombong, maka kelak Allah tidak akan melihat kepadanya”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 59, no. 4093]

عَنْ اَبِى جُرَيّ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ: رَاَيْتُ رَجُلًا يَصْدُرُ النَّاسُ عَنْ رَأْيِهِ، لَا يَقُوْلُ شَيْئًا اِلَّا صَدَرُوْا عَنْهُ. قُلْتُ: مَنْ ه?ذَا؟ قَالُوْا: ه?ذَا رَسُوْلُ اللهِ ص. قُلْتُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ يَا رَسُوْلَ اللهِ (مَرَّتَيْنِ). قَالَ: لَا تَقُلْ عَلَيْكَ السَّلَامُ، فَاِنَّ عَلَيْكَ السَّلَامُ تَحِيَّةُ الْمَيّتِ. قُلْ اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ. قَالَ: قُلْتُ: اَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: اَنَا رَسُوْلُ اللهِ الَّذِى اِذَا اَصَابَكَ ضُرٌّ فَدَعَوْتَهُ كَشَفَهُ عَنْكَ. وَ اِذَا اَصَابَكَ عَامُ سَنَةٍ فَدَعَوْتَهُ اَنْبَتَهَا لَكَ. وَ اِذَا كُنْتَ بِاَرْضٍ قَفْرَاءَ اَوْ فَلَاةٍ فَضَلَّتْ رَاحِلَتُكَ فَدَعَوْتَهُ رَدَّهَا عَلَيْكَ. قُلْتُ: اِعْهَدْ اِلَيَّ. قَالَ: لَا تَسُبَّنَّ اَحَدًا. قَالَ: فَمَا سَبَبْتُ بَعْدَهُ حُرًّا وَ لَا عَبْدًا وَ لَا بَعِيْرًا وَ لَا شَاةً. قَالَ: وَ لَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوْفِ، وَ اَنْ تُكَلّمَ اَخَاكَ وَ اَنْتَ مُنْبَسِطٌ اِلَيْهِ وَجْهُكَ اِنَّ ذ?لِكَ مِنَ الْمَعْرُوْفِ، وَ ارْفَعْ اِزَارَكَ اِلىَ نِصْفِ السَّاقِ، فَاِنْ اَبَيْتَ فَاِلَى اْلكَعْبَيْنِ، وَ اِيَّاكَ وَ اِسْبَالَ اْلاِزَارِ فِاِنَّهَا مِنَ الْمَخِيْلَةِ، وَ اِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمَخِيْلَةَ. وَ اِنِ امْرُءٌ شَتَمَكَ وَ عَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيْكَ فَلَا تُعَيّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيْهِ. فِاِنَّمَا وَبَالُ ذ?لِكَ عَلَيْهِ. ابو داود 4: 56، رقم: 4084
Dari Abu Juraiy (Jabir bin Sulaim), ia berkata : Saya melihat seseorang yang pendapatnya selalu diikuti oleh orang banyak. Apapun yang dikatakannya pasti diikuti mereka. Saya bertanya, “Siapakah orang itu?”. Para shahabat menjawab, “Itu adalah Rasulullah SAW”. Saya mengucapkan salam, “ ‘Alaikas salaam ya Rasuulallooh”, aku mengucapkan dua kali. Maka beliau bersabda, “Janganlah kamu mengucapkan ‘Alaikas salaam, karena ucapan ‘Alaikas salaam itu salam untuk orang yang sudah meninggal, tetapi ucapkanlah Assalaamu ‘alaika". Aku bertanya, “Benarkah engkau utusan Allah?”. Beliau menjawab, “Ya aku adalah utusan Allah, Tuhan yang apabila kamu tertimpa suatu mushibah, kemudian kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan menghilangkan mushibah yang menimpa kamu. Apabila kamu tertimpa kemarau panjang (kelaparan), kemudian kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan segera menumbuhkan tanaman untukmu. Apabila kamu berada di tengah gurun pasir atau tanah lapang, kemudian kendaraanmu atau ternakmu hilang, lalu kamu berdoa kepada-Nya, niscaya Dia akan mengembalikannya kepadamu”. Aku berkata, “Berilah nasehat kepadaku”. Beliau bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu memaki seseorang”. Jabir berkata, “Maka setelah itu aku tidak pernah memaki orang merdeka, budak, unta ataupun kambing”. Beliau juga bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sesuatu kebaikan, dan berkatalah kepada temanmu dengan wajah yang manis. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk kebaikan. Dan tinggikanlah kain izaarmu sampai pada pertengahan betis, dan kalau kamu enggan, maka boleh sampai pada kedua mata kaki. Janganlah kamu menurunkan kain izaar itu melebihi mata kaki, karena hal itu termasuk perbuatan sombong. Dan sesungguhnya Allah tidak menyukai kesombongan. Dan apabila ada orang memaki dan mencela kamu dengan apa yang dia ketahui tentang dirimu, maka janganlah kamu mencelanya dengan apa yang kamu ketahui tentang cela dirinya, karena (jika kamu tidak membalasnya) sesungguhnya akibat dari celaan itu akan kembali kepadanya”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 56, no. 4084]

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِيْهِ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ اِلَيْهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ اَحَدَ شِقَّيْ اِزَارِى يَسْتَرْخِى اِلَّا اَنْ اَتَعَاهَدَ ذ?لِكَ مِنْهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ ص: لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلَاءَ. البخارى 7: 34
Dari Salim bin ‘Abdullah, dari bapaknya RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa yang menyeret pakaiannya karena sombong, maka pada hari qiyamat nanti Allah tidak akan melihatnya”. Abu Bakar berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kain izaar saya selalu turun sampai di bawah mata kaki, kecuali apabila saya sangat berhati-hati”. Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Sesungguhnya kamu tidaklah termasuk orang yang melakukannya karena sombong”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 34]

Keterangan :
Dari hadits-hadits di atas bisa kita fahami bahwa yang dilarang itu adalah melabuhkan izaar karena sombong. Adapun kalau tidak sombong, maka tidak termasuk yang dilarang dalam hadits tersebut.

Walaupun diantara hadits-hadits tersebut ada yang tidak menyebut karena sombong, dan ini merupakan dalil muthlak, namun hadits-hadits yang lainnya menjelaskan bahwa yang dilarang itu adalah melabuhkannya karena sombong, dan ini merupakan dalil muqoyyad. Dan apabila ada dalil muthlak dan dalil muqoyyad, maka yang dipakai adalah dalil muqoyyad.

Tentang isbaal ini memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin, ada yang berpendapat bahwa isbaal itu dilarang secara muthlak, namun ada juga yang berpendapat bahwa yang dilarang itu apabila dilakukan dengan sombong, hal ini sudah dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-'Asqolaniy di dalam Fathul Baari dalam kitab Libaas.

Adapun tentang memakai celana panjang (yang bahasa Arabnya saroowiil) hingga melebihi mata kaki, sampai sekarang kami belum mendapatkan hadits yang melarangnya. Walloohu a’lam.


Kisah Raja Jabalah bin Al-Aiham (Pemimpin Bani Ghassaan)

Di dalam Kitab Ahsanul Qoshosh disebutkan :

رُوِيَ اَنَّ اَحَدَ اَكَابِرِ الْمُلُوْكِ وَ هُوَ جَبَلَةُ بْنُ اْلاَيْهَمِ عِنْدَمَا اَرَادَ الدُّخُوْلِ فِى اْلاِسْلَامِ اَقْبَلَ اِلَى الْمَدِيْنَةِ فِى خَمْسِمِائَةِ فَارِسٍ عَلَيْهِمْ ثِيَابُ اْلوَشْىِ، وَ هُوَ لَابِسُ تَاجِهِ وَ فِيْهِ قُرْطُ مَارِيَةَ بِنْتِ ظَالِمٍ زَوْجَةِ الْحَارِثِ اْلاَكْبَرِ الْغَسَّانِيّ، كَانَ فِيْهِ لُئْلُئَتَانِ عَجِيْبَتَانِ، فَفَرِحَ اَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ عُمَرُ بِاِسْلَامِهِ وَ فَرِحَ الْمُسْلِمُوْنَ، وَ خَرَجُوْا لِمُقَابَلَتِهِ حَتَّى حَضَرَ مَوْسِمُ الْحَجّ مِنْ عَامِهِ مَعَ عُمَرَ رض.
Diriwayatkan, bahwa salah seorang dari pembesar kerajaan, yaitu Jabalah bin Aiham, ketika akan masuk Islam, ia datang ke Madinah dengan diiringkan oleh lima ratus penunggang kuda dengan memakai pakaian yang berhias beraneka warna, sedangkan Jabalah memakai mahkota yang dihiasi dengan perhiasan berupa anting-antingnya Mariyah binti Dhoolim istri Al-Harits raja Agung di Ghossaan yang padanya ada dua mutiara yang mengagumkan. Amirul Mu'minin 'Umar bin Khaththab dan kaum muslimin merasa gembira dengan masuk Islamnya Jabalah bin Aiham itu, lalu mereka keluar untuk menyambut raja Jabalah tersebut. Kemudian raja Jabalah tinggal di Madinah bersama 'Umar RA sampai musim hajji pada tahun itu. Kemudian raja Jabalah menunaikan ibadah hajji.

وَ بَيْنَمَا هُوَ يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ الْحَرَامِ اِذْ وَطِئَ اِزَارَهُ (رِدَاءَهُ) رَجُلٌ اَعْرَابِيٌّ مِنْ بَنِى فَزَرَاةَ فَحَلَّهُ، فَلَطَمَهُ جَبَلَةُ عَلَى وَجْهِهِ فَهَشَمَ اَنْفَهُ، فَذَهَبَ اْلاَعْرَابِيُّ اِلَى سَيّدِنَا عُمَرَ لِيَشْكُو الْمَلِكَ. فَطَلَبَهُ سَيّدُنَا عُمَرُ وَ قَالَ لَهُ: مَا دَعَاكَ يَا جَبَلَةُ اِلَى اَنْ لَطَمْتَ اَخَاكَ ه?ذَا الْفَزَارِيَّ فَهَشَمْتَ اَنْفَهُ؟ فَقَالَ: اِنَّهُ وَطِئَ اِزَارِى فَحَلَّهُ. فَقَالَ عُمَرُ: اَمَّا اَنْتَ فَقَدْ اَقْرَرْتَ، اِمَّا اَنْ تُرْضِيَهُ، وَ اِمَّا اَنْ يَضْرِبَكَ مِثْلَ مَا ضَرَبْتَهُ. فَعَجِبَ لِذ?لِكَ جَبَلَةُ وَ قَالَ: كَيْفَ يَضْرِبُنِى وَ اَنَا مَلِكٌ كَبِيْرٌ وَ هُوَ مِنَ السُّوْقَةِ؟ فَلَا يَصِحُّ اَنْ يَضْرِبَنِى كَمَا ضَرَبْتُهُ، وَ هَلْ اَسْتَوِى اَنَا وَ هُوَ فِى ذ?لِكَ؟ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا جَبَلَةُ، لَقَدْ جَمَعَكَ وَ اِيَّاهُ اْلاِسْلَامُ. وَ اْلاِسْلَامُ سَاوَي بَيْنَكُمَا، وَ كُلُّ الْمُسْلِمِيْنَ سَوَاءٌ، لَا فَرْقَ بَيْنَ الْمَلِكِ وَ الرَّعِيَّةِ، وَ لَا فَضْلَ لِاَحَدٍ عَلَى اَحَدٍ اِلَّا بِالتَّقْوَى. فَقَالَ جَبَلَةُ: وَ اللهِ، لَقَدْ رَجَوْتُ اَنْ اَكُوْنَ فِى اْلاِسْلَامِ اَعَزُّ مِنّى فِى اْلجَاهِلِيَّةِ. قَالَ عُمَرُ: هُوَ كَذ?لِكَ. قَالَ جَبَلَةُ: اَخّرْنِى اِلَى غَدٍ يَا اَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ! قَالَ عُمَرُ: ذ?لِكَ لَكَ. فَلَمَّا جَنَّ اللَّيْلُ خَرَجَ هُوَ وَ اَصْحَابُهُ فَلَمْ يُثْنِ حَتَّى دَخَلَ الْقَسْطَنْطِيْنِيَّةِ عَلَى هِرَقْلَ مَلِكِ الرُّوْمِ، فَتَنَصَّرَ وَ اَقَامَ عِنْدَهُ. احسن القصص 3: 92
Ketika Jabalah sedang melaksanakan thawaf di Baitul Haram, tiba-tiba kain izaarnya (atau rida'nya) terinjak oleh seorang laki-laki 'Arab Badui dari suku Bani Fazarah, sehingga terlepas, lalu Jabalah memukul wajah orang 'Arab Badui itu sehingga patah tulang hidungnya. Kemudian orang 'Arab Badui itu pergi menghadap khalifah 'Umar untuk mengadukan perbuatan raja Jabalah tersebut. Kemudian khalifah 'Umar memanggil raja Jabalah bin Aiham, lalu bertanya, "Hai Jabalah, apa yang menyebabkan kamu memukul saudaramu orang Bani Fazarah ini sehingga kamu mematahkan tulang hidungnya?". Jabalah menjawab, "Dia menginjak kain izaarku sehingga terlepas". 'Umar berkata, "Hai Jabalah, bukankah kamu telah mengakui perbuatanmu? Sekarang kamu tinggal pilih, kamu meminta ma'af dan ridlanya orang itu, atau biar orang itu membalas dengan memukulmu seperti kamu telah memukulnya?". Jabalah merasa terkejut dengan keputusan 'Umar itu. Lalu ia berkata, "Bagaimana mungkin dia akan memukulku, aku adalah raja agung, sedangkan dia adalah rakyat jelata? Tidak bisa dia memukulku sebagaimana aku memukulnya, dan apakah aku dan dia sama tentang hal itu?". 'Umar berkata kepadanya, "Hai Jabalah, sungguh Islam telah mengumpulkan kamu dan dia. Islam telah menyamakan antara kamu berdua. Dan semua orang Islam adalah sama, tidak ada perbedaan antara raja dan rakyat, dan tidak ada kelebihan seseorang dengan yang lainnya, kecuali dengan takwa". Lalu Jabalah berkata, "Demi Allah, sungguh tadinya aku mengira bahwa dengan masuk Islam itu aku akan lebih mulia daripada diwaktu jahiliyyah". 'Umar berkata, "Ya, memang demikian". Kemudian Jabalah berkata, "Wahai Amirul Mu'minin, berilah tempo kepadaku sampai besok pagi". 'Umar berkata, "Ya, aku berikan tempo kepadamu". Kemudian ketika gelap malam, Jabalah bersama para pengawalnya pergi tanpa menoleh ke belakang, melarikan diri hingga tiba di Konstantinopel, untuk bertemu dengan Hiraclius raja Romawi, lalu ia murtad, menjadi orang Nashrani dan tinggal di situ. [Ahsanul Qoshosh juz 3, hal. 92].

سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْكَ

Tren Blog

Hadits Tentang Khitan

Fadlilah Dzikir Laa Ilaaha Illallaah

Shalat Sunnah Intidhar

Hadits Tentang Walimah

Hadits Tentang Shalat Idul Fithri Dan Idul Adlha

Blog Populer

Hadits Tentang Larangan Berbuat Zina

Hadits Tentang Shalat (Kewajiban Shalat)

Hadits Tentang Khitan