بِسْــــــمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْم
Keutamaan Haji
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: مَنْ حَجَّ هذَا
اْلبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَ لَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ
اُمُّهُ. البخارى 2: 209
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang berhaji ke Baitullah ini
dan ia tidak berbuat rafats, tidak pula berbuat fasiq, maka ia pulang
sebagaimana keadaan ketika diahirkan oleh ibunya”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 209]
عَنْ
اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اْلحَجَّةُ
اْلمَبْرُوْرَةُ لَيْسَ لَهَا جَزَاءٌ اِلاَّ اْلجَنَّةُ وَ اْلعُمْرَةُ
اِلَى اْلعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا. النسائى 5: 112
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Haji yang
mabrur, tiada balasannya melainkan surga, dan antara ‘umrah yang satu
dan ‘umrah yang berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang terjadi antara
keduanya”. [HR. Nasaaiy juz 5, hal. 112]
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلاَ نَخْرُجُ
فَنُجَاهِدَ مَعَكَ فَاِنّى لاَ اَرَى عَمَلاً فِى اْلقُرْانِ اَفْضَلَ
مِنَ اْلجِهَادِ. قَالَ: لاَ وَ لَكُنَّ اَحْسَنُ اْلجِهَادِ وَ اَجْمَلُهُ
حَجُّ اْلبَيْتِ حَجٌّ مَبْرُوْرٌ. النسائى 5: 114
Dari
‘Aisyah, ia bertanya : Aku berkata kepada Rasulullah SAW, “Ya
Rasulullah, apakah tidak lebih baik kalau kami keluar ikut berjihad
bersamamu, karena di dalam Al-Qur’an tidak aku lihat amalan yang lebih
utama daripada jihad ?”. Beliau menjawab, “Tidak, karena bagi kalian
para wanita sebaik-baik jihad dan sebagus-bagusnya ialah hajji ke
Baitullah, yaitu haji mabrur”. [HR. Nasaaiy juz 5, hal. 114]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: وَفْدُ اللهِ ثَلاَثَةٌ
اْلغَازِي وَ اْلحَاجُّ وَ اْلمُعْتَمِرُ. النسائى 5: 113
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tamu Allah
itu ada tiga : 1. Orang yang berperang (membela agama), 2. Orang yang
menunaikan ibadah hajji, dan 3. Orang yang menunaikan ‘umrah”. [HR.
Nasaaiy 5, hal. 113]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص، اَنَّهُ قَالَ: اَلْحُجَّاجُ وَ
اْلعُمَّارُ وَفْدُ اللهِ، اِنْ دَعَوْهُ اَجَابَهُمْ وَ اِنِ
اسْتَغْفَرُوْهُ غَفَرَ لَهُمْ. ابن ماجه 2: 966، 2892
Dari
Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Para jama’ah hajji
dan ‘umrah adalah tamu Allah. Jika mereka berdoa kepada-Nya, Allah
mengabulkannya dan jika mereka memohon ampun, Allah mengampuninya”. [HR.
Ibnu Majah juz 2, hal. 966, no. 2892, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Shalih bin ‘Abdullah]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَللّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْجَاجّ وَ لِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ اْلحَاجُّ. الحاكم فى المستدرك 1:
609، رقم: 1612
Dari Abu
Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW berdoa (yang artinya) “Ya Allah
ampunilah orang yang berhajji, dan orang yang dimintakan ampun oleh
orang yang berhajji”. [HR. Hakim dalam Mustadrak juz 1, hal 609, no.
1612]
Keutamaan Shalat di Masjidil Haram
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: صَلاَةٌ فِى مَسجِدِى هذَا اَفْضَلُ
مِنْ اَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ اِلاّ اْلمَسْجِدَ اْلحَرَامَ. مسلم
2: 1013
Dari Ibnu ‘Umar,
dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Shalat di masjidku ini lebih utama
seribu kali daripada shalat di masjid lain, kecuali shalat di Masjidil Haram”.[HR. Muslim juz 2, hal. 1013]
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: صَلاَةٌ فِى
مَسْجِدِى هذَا اَفْضَلُ مِنْ اَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ اِلاَّ
اْلمَسْجِدَ اْلحَرَامَ، وَ صَلاَةٌ فِى اْلمَسْجِدِ اْلحَرَامِ اَفْضَلُ
مِنْ مِائَةِ اَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ. احمد 5: 214، رقم: 15271
Dari
Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Shalat di
masjidku ini lebih utama seribu kali dibanding di masjid-masjid yang
lain, kecuali di Masjidil Haram. Dan shalat di Masjidil Haram lebih
utama seratus ribu kali dibanding di masjid-masjid yang lain”. [HR.
Ahmad juz 5, hal 214, no. 15271]
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: صَلاَةٌ فِى
اْلمَسْجِدِ الحَرَامِ مِائَةُ اَلفِ صَلاَةٍ وَ صَلاَةٌ فِى مَسْجِدى
اَلْفُ صَلاَةٍ وَ فِى بَيْتِ اْلمَقْدِسِ خَمْسُمِائَةِ صَلاَةٍ. البيهقى
فى شعب الايمان 3: 486، رقم: 4144
Dari
Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Shalat di
Masjidil Haram (pahalanya) seratus ribu kali shalat (di masjid yang
lain), dan shalat di masjidku, (pahalanya) seribu kali shalat (di masjid
yang lain), dan (shalat) di Baitul Maqdis (pahalanya) lima ratus kali
shalat (di masjid yang lain)”. [HR. Baihaqi, dalam Syu’abul Iman juz 3,
hal. 486, no. 4144]
Tentang Shalat Arba’iin
عَنْ
اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيّ ص اَنَّهُ قَالَ: مَنْ صَلَّى فِى
مَسْجِدِى اَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَ يَفُوْتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ
بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَ نَجَاةٌ مِنَ اْلعَذَابِ وَ بَرِئٌ مِنَ
النّفَاقِ. احمد 4: 314، رقم: 12584
Dari
Anas bin Malik, dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda, “Barangsiapa
yang shalat empat puluh kali di masjidku dengan tidak terputus, ditulis
baginya terbebas dari neraka, selamat dari siksa, dan terbebas dari
nifaq”. [HR. Ahmad juz 4, hal. 314, no. 12584]
Keterangan :
Menurut
Al-Albaniy, hadits ini munkar, karena dalam sanadnya ada perawi bernama
Nubaith bin ‘Umar. [Silsilatul ahaadiitsidl dla’iifah wal maudluu’ah
juz 1, hal. 540, no. 364]
Wajibnya Berhajji Hanya Sekali
عَنِ
ابْنِ غَبَّاسٍ اَنَّ اْلاَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ سَأَلَ النَّبِيَّ ص
فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلْحَجُّ فِى كُلّ سَنَةٍ اَوْ مَرَّةً
وَاحِدَةً؟ قَالَ: بَلْ مَرَّةً وَاحِدَةً. فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ.
ابو داود 2: 139، رقم: 1721
Dari
Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Al-Aqra’ bin Haabis bertanya kepada Nabi SAW.
Ia berkata, “Ya Rasulullah, berhajji itu apakah setiap tahun atau sekali
saja ?”. Beliau bersabda, “Cukup sekali saja. Maka barangsiapa yang mengulangi, itu adalah sunnah”. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 139, no. 1721]
عَنْ
عَلِيّ بْنِ اَبِي طَالِبٍ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ (وَ ِللهِ عَلَى
النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً) قَالُوْا:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَفِي كُلّ عَامٍ؟ فَسَكَتَ، فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ
اللهِ فِى كُلّ عَامٍ؟ قَالَ: لاَ وَ لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ.
فَاَنْزَلَ اللهُ (ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوا لاَ تَسْأَلُوْا عَنْ
اَشْيَآءَ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ. الترمذى 2: 154، رقم: 811
Dari
‘Aliy bin Abu Thalib, ia berkata ketika turun ayat (yang artinya)
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah“. Mereka bertanya
“Ya Rasulullah, apakah itu setiap tahun ?’. Beliau diam, maka mereka
bertanya lagi, “Ya Rasulullah, (apakah) setiap tahun ?”. Beliau
bersabda, “Tidak, karena kalau aku katakan “Ya”, tentu menjadi wajib”.
Kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya) “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menanyakan sesuatu yang apabila diberikan
jawabannya akan menyulitkan dirimu sendiri”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal.
154, no. 811, hadits ini munqathi, karena Abul Bakhtariy tidak bertemu ‘Aliy]
Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Berangkat Haji
عَنْ
عَلِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ مَلَكَ زَادًا وَ رَاحِلَةً
تُبَلّغُهُ اِلَى بَيْتِ اللهِ وَ لَمْ يَحُجَّ فَلاَ عَلَيْهِ اَنْ
يَمُوْتَ يَهُوْدِيًّا اَوْ نَصْرَانِيًّا، وَ ذلِكَ اَنَّ اللهَ يَقُوْلُ
فِى كِتَابِهِ (وَ ِللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ
اِلَيْهِ سَبِيلاً. الترمذى 2: 153، رقم: 809
Dari
Aliy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang memiliki
harta dan kendaraan yang bisa mengantarnya ke Baitullah, tetapi dia tidak berhaji, maka tidak mengapa dia mati sebagai orang Yahudi atau Nashrani.
Demikian karena Allah berfirman di dalam Kitab-Nya (yang artinya)
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”. [HR. Tirmidzi
juz 2, hal. 153 no. 809, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Hilal bin ‘Abdullah, ia majhul, dan Harits (bin ‘Abdullah), ia dilemahkan haditsnya]
عَنْ
اَبِى اُمَامَةَ رض عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: مَنْ لَمْ يَحْبِسْهُ مَرَضٌ
اَوْ حَاجَةٌ ظَاهِرَةٌ اَوْ سُلْطَانٌ جَائِرٌ وَ لَمْ يَحُجَّ فَلْيَمُتْ
اِنْ شَاءَ يَهُوْدِيًّا اَوْ نَصْرَانِيًّا. البيهقى 4: 334
Dari
Abu Umamah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa yang tidak
tertahan karena sakit atau keperluan yang jelas, atau penguasa yang
jahat, ia tidak pergi berhajji, maka hendaklah ia mati, jika mau sebagai
orang Yahudi atau Nashrani”. [HR. Baihaqi juz 4, hal. 334, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Syarik, ia buruk hafalannya dan Laits bin Abu Sulaim, ia dla’if]
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْكَ